buku
Jangan pernah letih berjuang
Hanya kunci-kunci rumah telah berkarat itulah menjadi bukti kuat para pengungsi Palestina sebagai pemilik sah wilayah Gaza, Tepi Barat, dan Israel sekarang.
04 April 2015 00:02Seorang lelaki berjalan melewati mural pengingat peristiwa Nakbah menjelang beridirnya negara Israel di Kota Gaza, Senin, 22 Oktober 2012. (Faisal Assegaf/Albalad.co)
Di sebuah jalan di Kota Gaza. Serangkaian tulisan dan gambar menghiasi tembok satu bangunan. Paling mencolok tulisan We Will Return 64. Di sebelahnya tertulis daftar nama orang diurut ke bawah dan gambar kunci rumah.
Di sampingnya lagi ada gambar burung membawa kunci, terus seorang lelaki berkafiyeh mengangkat kunci tinggi-tinggi tanda kemenangan. Paling kanan, lukisan bendera Palestina berkibar di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerusalem Timur, seperti dikutip dari buku Gaza: Simbol Perlawanan dan Kehormatan karya Faisal Assegaf (terbitan Hamaslovers, Agustus 2014).
Di sebuah simpang dekat kantor parlemen, juga terdapat mural menggambarkan seorang lelaki Palestina dengan senapan serbu AK-47 bergembira setelah Yerusalem berhasil direbut. Di sisi lain, ada gambar seorang pria bercadar kafiyeh siap menembakkan bazoka. Di sudut lain Gaza, terdapat gambar seorang pria berpakaian loreng dengan senapan runduk berukuran sangat besar.
Mural ini seolah ingin mengingatkan kepada seluruh rakyat Palestina – mulai kakek renta hingga bayi bakal dilahirkan – soal kenangan pahit 64 tahun lalu. Lukisan dan tulisan itu bercerita mengenai awal dari penderitaan rakyat Palestina ketika negara Israel berdiri.
Bukan sekadar mengenang. Grafiti-grafiti ini buat mewariskan semangat perjuangan kepada generasi-generasi baru Palestina. Gambar dan tulisan itu menggambarkan peninggalan leluhur mereka mesti direbut lagi dari tangan Zionis.
Lebih dari enam dasawarsa lalu, kaum Yahudi Zionis mendeklarasikan berdirinya negara Israel di atas wilayah Palestina. Negara Bintang Daud ini terbentuk setelah mengusir, merampas tanah dan harta, serta membunuh penduduk sipil. Sekitar 700 ribu warga Palestina terpaksa mengungsi. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan An-Nakbah (berarti petaka dalam bahasa Arab).
Berawal dari Deklarasi Balfour pada 1917 memberikan hak bagi imigran Yahudi tinggal di Palestina. Kedatangan gelombang imigran dari Eropa ini menimbulkan konflik berdarah dengan bangsa Arab Palestina. Hingga akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi pada 1947. Isinya membagi dua wilayah Palestina: 55 persen bagi kaum Yahudi dan sisanya buat rakyat Palestina.
Setelah negara Israel berdiri pada 1948, mereka terus memperluas daerah jajahan. “Hingga kini menguasai lebih dari 78 persen wilayah Palestina,” kata Mustafa Barghuti, penggiat demokrasi asal Palestina. Dia kalah dari Mahmud Abbas saat pemilihan presiden Otoritas Palestina pada 2005.
Bukan sekadar mural menghiasi Kota Gaza dan wilayah lainnya. Poster-poster pejuang dari pelbagai faksi – Hamas, Jihad Islam, PFLP (Barisan Rakyat bagi Pembebasan Palestina) - lubang-lubang bekas peluru di tembok, dan sisa-sisa bangunan rusak atau hancur akibat hantaman peluru kendali menjadi bukti kekejaman militer Israel.
Belum lagi cerita turun temurun diwariskan oleh kakek kepada cucu, orang tua kepada anak, kian membekas di ingatan dan hati warga Palestina. “Ayah saya asli Al-Majdal (nama kota di utara Gaza ini berubah menjadi Ashkelon setelah dikuasai Israel),” ujar Hiba Ziad. Ibunya masih menyimpan kunci rumah kakek Hiba. “Kami orang Palestina diajarkan untuk jangan pernah letih berjuang merebut kembali hak-hak kami.”
Hanya kunci-kunci rumah telah berkarat itulah menjadi bukti kuat para pengungsi Palestina sebagai pemilik sah wilayah Gaza, Tepi Barat, dan Israel sekarang. Mereka tersebar di Gaza, Tepi Barat, Irak, Yordania, Mesir, Suriah, Libanon, dan negara lain. Jumlah mereka saat ini diperkirakan sudah lebih dari lima juta.