kisah
Terbakar api Ali
"Ada dua lelaki bertopeng, satu berdiri di samping Riham dan seorang lagi di sisi Saad untuk memastikan mereka masih hidup atau tidak," kata Ibrahim.
03 Agustus 2015 11:45Ali Dawabsyah, 18 bulan, tewas terbakar, setelah rumahnya di Desa Duma, Tepi barat, diserang pemukim Yahudi ekstremis, Jumat, 31 Juli 2015. (Yediot Ahronot)
Kesunyian memeluk Desa Duma, berjarak sekitar 23 kilometer dari Kota Ramallah, Tepi Barat, Jumat dini hari pekan lalu. Waktu sudah pukul dua.
Ibrahim Dawabsyah, buruh bangunan bekerja di permukiman Yahudi Shilo, tengah asyik bermesraan dengan tunangannya lewat telepon seluler di balkon lantai dua rumahnya. Dia kemudian menyudahi pembicaraan setelah mendengar teriakan dari arah rumah tetangganya, Saad Dawabsyah.
Dia orang pertama tiba di rumah Saad sedang terbakar. "Ada dua lelaki bertopeng, satu berdiri di samping Riham dan seorang lagi di sisi Saad untuk memastikan mereka masih hidup atau tidak," kata Ibrahim.
Dia bilang dua penyerang ini tidak bersenjata. Mereka kemudian mengejar Ibrahim lari pulang ke rumahnya. "Tapi mereka pergi setelah abang saya, Basyar muncul," ujarnya.
Setelah kedua penyerang itu pergi, lusinan orang segera menyelamatkan Riham dan Saad. Ibrahim menangis ketika bercerita kepada surat kabar the Guardian, dia berhasil menyelamatkan Ahmad, 4 tahun, putra sulung dari pasangan Saad dan Riham.
"Saya mencari Ahmad menggunakan lampu dari telepon seluler saya. Saya bisa mendengar dia menangis tapi saya tidak bisa melihat dia," tutur Ibrahim. "Saya akhirnya berhasil mengeluarkan dia."
Nahas, anak bungsu bernama Ali, 18 bulan, mengembuskan napas terakhir setelah terbakar hidup-hidup. Bahkan jenazahnya sulit untuk dikenali lagi.
Pamannya, Nasir Dawabsyah, menceritakan tragedi itu sehari kemudian di depan demonstran anti-rasis di Ibu Kota Tel Aviv, Israel. Seraya menangis dia menjelaskan Riham keluar dari kobaran api seraya berselimut lantaran mengira Ali berada dalam pelukannya. "Ketika di luar dia tertegun Ali tidak ada bersama dia dan bertanya di mana dia."
Terbakarnya Ali hingga tewas membuka luka lama rakyat Palestina. Musim panas tahun lalu geng Yahudi membakar hidup-hidup Muhammad Abu Khudair, 16 tahun, di Tepi Barat. Kejadian ini sebagai balasan atas penculikan sekaligus pembunuhan tiga remaja Israel oleh anggota Hamas.
Sejumlah saksi mengaku melihat sekelompok pria bertopeng memecahkan jendela dan melempar bom molotov ke arah dua rumah di mulut gerbang Duma, desa di atas bukit berpenduduk tiga ribu orang. Satu rumah kosong. Selain membakar, penyerang diyakini pemukim Yahudi garis keras juga menulis pesan dalam bahasa Ibrani berarti balas dendam dan menggambar simbol Bintang Daud di dinding rumah. Pelaku kemudian lari ke arah permukiman Yahudi Maale Ephraim.
Sebulan sebelumnya Hamas menembak sebuah mobil ditumpangi lima pemuda Yahudi baru pulang dari bermain basket. Satu orang terbunuh dan empat lainnya luka.
Akibat serangan teror itu, Saad dan istrinya menderita luka bakar tingkat tiga. Keduanya dalam keadaaan kritis. Saad mengalami luka bakar 80 persen dan Riham 90 persen. Sedangkan kondisi Ahmad - luka bakar 60 persen - mulai membaik.
Saad kini dirawat di Rumah Sakit Soroka di Beersheba, selatan Israel. Sedangkan Riham dan Ahmad terbaring di Sheba Medical Center, Tel Hashomer, dekat Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjenguk ketiga korban sore harinya. "Kami benar-benar kaget. Kami, pemerintah dan seluruh warga negara Israel, mengutuk serangan itu," katanya dalam jumpa pers sehabis menengok. "Kami akan memakai segala cara untuk mengadili pelaku dan memastikan mereka menerima hukuman setimpal.
Kabinet Israel telah menyepakati bakal menggunakan penahanan administratif terhadap para pelaku serangan teror di Duma. Artinya mereka akan ditahan tanpa diadili lebih dulu. Penahahan semacam ini biasa berlaku bagi warga Palestina.
Setelah berita kematian Ali meluas, protes diwarnai bentrokan meletup di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Rakyat Palestina kembali terbakar, kali ini oleh api menghanguskan Ali.