kisah
Mata-mata Gaza
Dua putra pemimpin Hamas juga ada yang menjadi informan Israel.
17 Juli 2020 14:06Seorang pengawal pemimpin Hamas memasuki terowongan di perbatasan Rafah, tembus dari Jalur Gaza ke Mesir, Oktober 2012. (Faisal Assegaf/Albalad.co)
Faisal Assegaf
Pengkhianatan dalam tubuh Hamas bukan hal baru. Kemiskinan dan tingginya pengangguran di Jalur Gaza, wilayah seluas 360 kilometer persegi dan dihuni sekitar dua juta orang, memaksa sebagian warga Palestina, termasuk anggota Hamas atau Brigade Izzudin al-Qassam (sayap militer Hamas), menjadi informan bagi penjajah Israel.
Maklum saja, bayaran menjadi informan bagi negara Zionis itu bisa mencapai US$ 1 ribu saban bulan. Menurut Kementerian Pembangunan Sosial Hamas, tahun lalu kemiskinan dan pengangguran di Gaza - telah diblokade Israel sejak pertengahan 2007 - mencapai 75 persen.
Sila baca: Hidup nyaman setelah berkhianat
Tugas mata-mata buat Israel memang tidak mudah. Seorang informan harus mencari tahu lokasi kediaman para pentolan Hamas, gudang senjata, tempat peluncuran roket atau peluru kendali, dan di mana letak terowongan rahasia dikelola Hamas untuk menyusup ke wilayah Israel.
Ini pun saya alami ketika delapan tahun lalu saya melawat ke rumah pemimpin senior Hamas di Gaza, Mahmud Zahar. Sopir taksi sewaan saya tidak mengetahui di mana rumah Zahar berada di kawasan Tal al-Hawa, Kota Gaza. Setelah bertanya berkali-kali, baru saya bisa menemukan tempat tinggalnya.
Sila baca: Melongok kediaman pentolan Hamas
Jangankan warga biasa, pengkhianatan pun lumrah terjadi dalam tubuh Hamas, seperti dilansir Al-Arabiya Sabtu pekan lalu. Stasiun televisi asal Arab Saudi ini melaporkan seorang komandan pasukan penyelam di Brigade Izzudin al-Qassam kabur ke Israel lantaran kedoknya sebagai informan Israel di Jalur Gaza mulai terendus.
Hamas berang dengan berita itu. Mereka langsung membantah dan menyebut Al-Arabiya corong Israel. Hamas juga telah melarang dua stasiun televisi dari negara Kabah itu, Al-Arabiya dan Al-Hadath, menyiarkan liputan dari Gaza.
Sila baca: Hamas tuduh televisi asal Arab Saudi jadi corong Israel
Hamas pada 2013 menutup siaran Al-Arabiya lantaran dianggap menyebarkan kabar bohong soal bantuan Hamas untuk kelompok Al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir. Tayangan ini muncul setelah Muhammad Mursi, presiden sipil pertama Mesir terpilih lewat pemilihan umum, digulingkan Jenderal Abdil Fattah as-Sisi, hingga kini masih memimpin negara Nil itu. Mursi adalah tokoh dari Al-Ikhwan.
Namun akhirnya Hamas akui memang satu anggotanya baru-baru ini membelot ke Israel karena sudah dicurigai melakukan kegiatan espionase bagi negeri Bintang Daud itu. Abu Muhammad, juru bicara Brigade Izzudin al-Qassam, menegaskan kepada the Media Line, yang lari ke Israel bukan komandan senior tapi perwira yunior.
Menurut Gonen Ben Yitzhak, mantan agen Shin Beth (dinas rahasia dalam negeri Israel), pembelotan oleh anggota Hamas itu bukan sesuatu perlu dirayakan. "Ketika sumber informasi kita terbongkar, itu bukan sebuah kemenangan," ujarnya.
Ben Yitzhak mengakui sejak Hamas mengntrol Gaza, Israel kesulitan mencari mata-mata di sana. "Kelihatannya Israel bakal kalah dalam perang intelijen melawan Hamas," tuturnya. Ini terbukti dengan penculikan terhadap tentara Israel bernama Gilad Shalit pada 2006 dan akhirnya dibebaskan beberapa tahun kemudian lewat pertukaran tahanan.
Pengakuan adanya anggota Hamas membelot ke Israel baru-baru ini juga disampaikan oleh Wakil Kepala Biro Politik Hamas Musa Abu Marzuq.
Sila baca: Pemimpin Hamas akui satu anggotanya membelot ke Israel
Tapi jangankan anggota Hamas biasa, bahkan Musab Hasan Yusuf, putra dari pendiri sekaligus pemimpin Hamas di Tepi Barat, Syekh Hasan Yusuf juga sepuluh tahun menjadi informan Israel. Mencium gelagat akan ketahuan, dia kabur lewat bantuan bosnya di Israel dan kini menetap di Amerika serta telah menjadi pengikut Yesus.
Sila baca:
Putra Hamas dalam dekapan Yesus
Satu lagi putra pemimpin Hamas membelot
Mata-mata Israel akan selalu bermunculan di Gaza kalau kesulitan hidup sulit diajak berkompromi.