olahraga
Biar sang pangeran bisa pecundangi Blatter
Syekh Ahmad al-Fahad as-Sabah bisa mengubah hasil pemilihan.
08 Januari 2015 08:15Pangeran Ali bin Al-Husain bersalaman dengan Sepp Blatter. (www.ibtimes.com)
Pemilihan presiden FIFA (Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional) dijadwalkan berlangsung pada Kongres FIFA ke-65 Mei nanti di Kota Zurich, Swiss, bakal berlangsung menarik. Dua kandidat terkuat saat ini adalah Presiden FIFA Sepp Blatter, 78 tahun, dan wakilnya, Pangeran Ali bin Al-Husain, 39 tahun, dari Yordania.
Di tengah hebohnya kabar diyakini kebenarannya soal tuduhan suap melanda organisasi itu saat pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 lima tahun lalu, Blatter masih berambisi menjabat untuk kelima kalinya. Sedangkan Pangeran Ali berniat membersihkan nista FIFA.
Banyak pihak percaya - apalagi sehabis surat kabar the Sunday Times melansir hasil investigasinya - Rusia terpilih sebagai penyelenggara Piala Dunia 2018 dan Qatar buat 2022 telah berlaku curang.
Pangeran Ali mengumumkan pencalonannya melalui Twitter Senin lalu. "Ini bukan keputusan mudah. Hal ini keluar setelah saya mempertimbangkan hati-hati dan banyak berbicara dengan kolega-kolega di FIFA beberapa bulan terakhir," tulisnya. "Laga kelas dunia bisa muncul dari organisasi kelas dunia yang melayani dan menjadi contoh dari etika, keterbukaan, dan pengelolaan secara baik."
Pangeran Ali, juga Presiden Asosiasi Sepak Bola Yordania, dikenal sebagai pembaru. Keinginannya bertarung melawan Blatter memunculkan harapan pengelolaan sepak bola bakal berubah total, seperti dilansir allsports.com.
Sebanyak 54 anggota UEFA selama ini mengkritik kepemimpinan Blatter, dipastikan bakal berada di belakang Pangeran Ali. Tapi dia masih butuh suara dari wilayah lain buat menaklukkan hegemoni Blatter. Lelaki Swiss ini kemungkinan besar disokong 54 anggota dari Afrika, seperti dikatakan Sekretaris Jenderal CFA (Konfederasi Sepak Bola Afrika) Hisyam al-Amrani September tahun lalu.
Asia bakal menjadi palagan buat Pangeran Ali dan Blatter. Inilah masalahnya. Ali kurang mendapat dukungan di benua kampung halamannya ini. Terbukti dia kalah dari Syekh Salman bin Ibrahim al-Khalifah dalam pemilihan Presiden AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia) tahun lalu. Syekh Salman didukung Syekh Ahmad al-Fahad as-Sabah. Ali memerlukan pria Kuwait ini untuk mempecundangi Blatter.
Syekh Ahmad mengepalai Dewan Olimpiade Asia dan Asosiasi Komite Olimpiade Nasional. Dia bisa mengubah hasil dalam pemilihan presiden organisasi di banyak cabang olahraga. Karena dukungannya pula, Thomas Bach bisa menjabat Presiden Komite Olimpiade Internasional.
Pentingnya posisi Syekh Ahmad di dunia olahraga amat kelihatan dalam acara pemberian penghargaan AFC Desember tahun lalu di Ibu Kota Manila, Filipina. Blatter dalam sambutannya lebih berterima kasih dan memuji Syekh Ahmad ketimbang Presiden AFC asal Bahrain Syekh Salman. Padahal dalam pidatonya Syekh Salman menegaskan kembali dukungan AFC agar Blatter terpilih lagi.
Blatter pertama kali menjabat Presiden FIFA pada 1998 setelah mengalahkan Joao Havelange. Keperkasannya berlanjut di pemilihan 2002, 2007, dan 2011.
Para anggota FIFA dari Asia dan khususnya Ali sadar Syekh Ahmad dapat mengubah dukungan AFC itu menjadi berbalik menyokong dirinya. Lelaki Kuwait itu tersenyum dalam Kongers AFC 2011 sehabis Pangeran Ali mengalahkan Chung Mong-joon dalam pemilihan wakil presiden FIFA dari AFC. Namun hubungan keduanya menjadi tidak jelas setelah Pangeran Ali takluk di tangan Syekh Salman dalam pemilihan presiden AFC tahun lalu.
Meski kekuatan politik amat menentukan, setidaknya kinerja Pangeran Ali selama empat tahun menjadi wakil presiden FIFA mendapat banyak pujian. Dia berhasil menambah kuota negara berkompetisi dalam Liga Champions Asia, memajukan sepak bola kaum hawa di Asia, dan mampu menghapus larangan berjilbab bagi pesepak bola perempuan.
Proyek Pembangunan Sepak Bola Asia, lembaga nirlaba dia bikin pada 2012 buat memajukan sepak bola di wilayah-wilayah termiskin di Asia, juga bisa menjadi pertimbangan Pangeran Ali memang layak dipilih untuk memimpin FIFA.